Mitos PMS yang Harus Kita Tahu, Jangan Salah Paham!

Premenstrual syndrome atau PMS pada dasarnya merupakan sekumpulan gejala yang berhubungan dengan menstruasi yang biasanya dialami menjelang mentruasi, namun kenyatannya banyak juga terjadi saat mentruasi dan juga pasca menstruasi. Kejadian ini hampir semua wanita pernah merasakannya atau setidaknya satu dari berbagai gejala PMS saat mereka berada dalam siklus bulanan mereka. (baca tulisan saya lainnya : Mentruasi dan permasalahannya)

Mitos PMS yang Harus Kita Tahu

Tetapi ada banyak mitos yang dikenal oleh masyarakat terkait dengan PMS ini. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan tentang kewanitaan pada remaja putri atau bahkan sebagian besar wanita. Maa, mungkin kalau di pesantren klasik (seperti yang saya kenal) ilmu kewanitaan ini merupakan pelajaran wajib yang harus dikenal semua santri baik putra maupun putri, karena memang nantinya terkait dengan hukum ibadah dan ini wajib dipelajari.

Kompleksitas gejala PMS disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah kombinasi perubahan kondisi hormon estrogen, progesteron, dan serotonin. Kondisi ini terbilang wajar terjadi pada setiap wanita, dan tidak memerlukan pengobatan medis secara khusus. Tidak saya panjangkan pembukaan tentang PMS ini langsung saja sebagai berikut :

PMS Berubah Sesuai Usia

Ada beberapa bacaan kesehatan yang menyatakan bahwa banyak orang percaya wanita berusia 18 tahun ke bawah lebih sering mengalami PMS dibandingkan wanita yang lebih tua. Namun ini tidak didukung dengan data yang memadai dan kita lihat bahwa kenyataannya, wanita dari segala usia yang sedang menstruasi dapat mengalami PMS, tetapi wanita berusia akhir 20-an hingga awal 40-an lebih cenderung mengalami gejala fisik dibandingkan dengan gejala emosional.

Saya sendiri mengalami PMS ini setelah usia menjelang 40 tahun, sebelumnya normal-normal saja tetapi saat umur hampir 40 tahun mulai timbul banyak masalah yang saya rasakan misal saja nyeri yang berlebihan, bdan sakit semua dan sebangsanya.

Gejala PMS Tidak Perlu Dipandang Serius

Kebanyakan orang terutama kaum pria, menganggap bahwa PMS bukanlah masalah besar, mungkin ini disebabkan para pria tidak ikut merasakan sakitnya. Beda pemahaman kaum santri pasti pria nya lebih memahami karena memang sudah dipalajari dan dimengerti sejak kecil. Walaupun gejala nyeri tidak berat dan bisa diatasi dengan obat anti nyeri yang dijual bebas, tetapi ada sesuatu yang mungkin lebih besar dari rasa nyeri tetapi tidak dirasakan dan itu justru lebih berbahaya.

Misalnya, gangguan dysphoric pramenstruasi (PMDD), yaitu suatu bentuk PMS yang ekstrem. Umumnya, ini muncul sebagai gangguan mental yang diketahui yang memengaruhi sekitar tiga hingga delapan persen wanita. PMDD dapat menyebabkan kemarahan, depresi, keputusasaan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri (ini pemikiran yang sangat buruk, dan saya yakin di Indonesia tidak banyak karena wawasan agamanya atau religinya bagus)

Emosional Tidak Bisa Dikendalikan

Olah raga ternyata dapat berpengaruh pada gejala emosional PMS. PMS dapat menyebabkan beberapa wanita memiliki energi yang rendah, yang berdampak pada hilangnya mood untuk beraktivitas. Meskipun begitu, berusaha untuk menjaga rutinitas olah raga yang teratur dapat membantu. Wanita yang berolahraga secara teratur melaporkan lebih sedikit bermasalah dengan keluhan suasana hati dan efek fisik selama PMS. Ini umumnya terjadi karena bahan olahraga dapat memicu produksi endorfin yang memicu emosi positif.

Sebenarnya olah raga ini tidak hanya berpengaruh pada emosi wanita saja tetapi para pria juga mendapat efek yang baik jika rajin berolah raga. Pikiran lebih tanang dan tubuh lebih sehat.

Tips Menjaga Mood atau EmosiĀ  Saat Haid

Meski mungkin selalu terjadi pada Anda, perubahan emosi saat datang bulan bukannya tidak dapat dikendalikan. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga agar emosi lebih stabil saat datang bulan:

  • Lakukan olahraga secara rutin, terutama pada masa pramenstruasi.
  • Minum banyak air putih.
  • Hindari rokok dan minuman beralkohol.
  • Hindari konsumsi makanan dan minuman yang mengandung kafein, seperti kopi dan teh.
  • Konsumsi camilan sehat di sela-sela jadwal makan utama.
  • Konsumsi susu rendah lemak untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D.

Semoga informasi ini bermanfaat!

Tags:, , , ,

Categories: Berbagi pengalaman, Ibu dan Anak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *