Kenapa Terkena Penyakit Padahal Sudah Imunisasi Lengkap?
Banyak sekali keluhan para ibu yang mengatakan dengan pertanyaan “mengapa sudah melakukan imunasi lengkap tetapi masih terkena penyakit yang sudah diberi imunisasi tersebut? kalau beginikan percuma saja melakukan imunisasi jika masih terkena penyakit itu“. Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Tetapi banyak yang belum diketahui bahwa proses ini ada waktu yang dibutuhkan baik waktu kerja optimal maupun waktu terbentuknya kekebalan terhadap penyakit itu.
Si anak sudah lengkap vaksinnya, jumlah vaksin yang direkomendasikan untuk anak sejak bayi, membuat sejumlah orang tua kewalahan. Tapi, ditahun pertama bayi itulah sangat penting mendapatkan vaksin karena paling rentan terhadap penyakit. Serangan penyakit seperti pertusis (batuk rejan), hepatitis B, atau meningitis pada anak yang masih kecil mendatangkan risiko kematian yang terbilang tinggi. Oleh sebab itu imunisasi dilakukan disaat ini, dan ini bukan berarti nanti akan terbebas dari segalah penyakit ini setelah dewasa atau beranjak besar.
Imunisasi Rutin Lengkap di Indonesia
Kini, konsep imunisasi di Indonesia diubah dari imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap atau imunisasi wajib terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan, dengan rincian sebagai berikut:
Imunisasi Dasar
- Usia 0 bulan: 1 dosis hepatitis B
- Usia 1 bulan: 1 dosis BCG dan polio
- Usia 2 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 3 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 4 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan polio
- Usia 9 bulan: 1 dosis campak/MR
Imunisasi lanjutan
- Usia 18-24 bulan: 1 dosis DPT, hepatitis B, HiB, dan campak/MR
- Kelas 1 SD/sederajat: 1 dosis campak dan DT
- Kelas 2 dan 5 SD/sederajat: 1 dosis Td
Mengenai cakupan imunisasi dari data Kementerian Kesehatan menyebutkan, sekitar 91% bayi di Indonesia pada tahun 2017 telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Angka ini masih sedikit dibawah target renstra (rencana strategis) tahun 2017, yaitu sebesar 92 persen. Sembilan belas dari 34 provinsi di Indonesia juga belum mencapai target renstra. Papua dan Kalimantan Utara menempati tempat terendah dengan capaian kurang dari 70%. Berdasarkan data tersebut, diketahui juga bahwa hampir 9% atau lebih dari 400.000 bayi di Indonesia tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.
Sedangkan untuk cakupan imunisasi lanjutan, persentase anak usia 12-24 bulan yang telah mendapatkan imunisasi DPT-HB-HiB tahun 2017 mencapai sekitar 63 persen. Angka ini telah melampaui target renstra 2017 sebesar 45 persen. Sedangkan persentase anak yang mendapatkan imunisasi campak/MR tahun 2017, sebesar 62 persen. Jumlah ini masih jauh dari target renstra 2017 sebesar 92 persen.
Perlu diketahui bahwa imunisasi memang tidak memberikan perlindungan 100 persen pada anak. Anak yang telah diimunisasi masih mungkin terserang suatu penyakit, namun kemungkinannya jauh lebih kecil, yaitu hanya sekitar 5-15 persen. Hal ini bukan berarti imunisasi tersebut gagal, tetapi karena memang perlindungan imunisasi sekitar 80-95 persen, seperti yang saya tulis diawal, bahwa imunisasi bukan perlindungan 100%
Imunisasi itu proses membuat kebal seseorang atau kebal terhadap penyakit menular, biasanya dengan pemberian vaksin dan vaksin yang merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melindungi orang tersebut dari infeksi berikutnya atau penyakit. Bayi yang baru lahir memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan pasif. Antibodi tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan tetapi, kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Untuk cara kerjanya sendiri, semua bentuk imunisasi sama. Apabila anak disuntik vaksin, tubuhnya akan menghasilkan respons kekebalan dengan cara yang sama seperti setelah terpapar suatu penyakit, tetapi dengan cara yang lebih aman yaitu tanpa harus terkena penyakit lebih dulu.
Setelah imunisasi apa anak langsung kebal? Secara umum, respons imun normal membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk bekerja. Ini berarti perlindungan dari infeksi tidak akan terjadi segera setelah imunisasi. Kebanyakan imunisasi perlu diberikan beberapa kali untuk membangun perlindungan yang tahan lama.
Seorang anak yang hanya diberikan 1 atau 2 dosis vaksin DTP hanya dilindungi sebagian dari difteri, tetanus dan pertusis (batuk rejan). Anak bisa sakit jika terkena penyakit ini sampai mendapatkan semua dosis yang dibutuhkan.
Namun, beberapa vaksin baru, seperti vaksin meningokokus ACWY, memberikan kekebalan yang tahan lama hanya dengan satu dosis. Untuk efek perlindungan dari imunisasi juga tidak selalu seumur hidup. Misalnya saja vaksin tetanus, dapat bertahan hingga 30 tahun, setelah itu dosis penguat (booster) dapat diberikan.
Beberapa imunisasi, seperti vaksin batuk rejan, memberikan perlindungan sekitar 5 tahun setelah masa pengobatan penuh. Imunisasi influenza diperlukan setiap tahun karena sering terjadi perubahan jenis virus flu di masyarakat. Tiga dosis vaksin batuk rejan melindungi sekitar 85 persen anak-anak yang telah diimunisasi, dan akan mengurangi keparahan penyakit di 15 persen lainnya jika mereka terkena batuk rejan. Dosis penguat diperlukan karena kekebalan menurun seiring waktu.
Efek Samping Imunisasi
Ini adalah hal penting yang sering sekali tidak diketahui oleh para ibu atau bapak si anak. Pemberian vaksin dapat disertai efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), antara lain demam ringan sampai tinggi, nyeri dan bengkak pada area bekas suntikan, dan agak rewel. Namun demikian, reaksi tersebut akan hilang dalam 3-4 hari. Biasaya para petugas pos yandu atau kesehatan yang ada di tingkat bawa hanya memberikan paracetamol tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Bila anak mengalami KIPI seperti di atas, Anda dapat memberi kompres air hangat, dan obat penurun panas tiap 4 jam. Cukup pakaikan anak baju yang tipis, tanpa diselimuti. Di samping itu, berikan ASI lebih sering, disertai nutrisi tambahan dari buah dan susu. Bila kondisinya tidak membaik, segera periksakan anak ke dokter.
Selain reaksi di atas, sejumlah vaksin juga dapat menimbulkan reaksi alergi parah hingga kejang. Namun demikian, efek samping tersebut tergolong jarang. Penting diingat bahwa manfaat imunisasi pada anak lebih besar dari efek samping yang mungkin muncul.
Satu lagi yang lebih penting adalah memberitahu dokter bila anak pernah mengalami reaksi alergi setelah pemberian vaksin. Hal ini guna mencegah timbulnya reaksi berbahaya, yang bisa disebabkan oleh pemberian vaksin berulang. Ingat keterbukaan ibu terhadap kondisi yang pernah dialami anak akan lebih melindungi anak dari resiko obat atau vaksin yang diberikan, oleh karena itu jangan menyimpan rahasia ke bidan anda, tetap berterus teranglahlah pada mereka.
Semoga penjelasan yang cukup panjang ini bisa membantu ibu-ibu sekalian dalam memahami keuntungan dan resiko vaksin yang diberikan pada si kecil, tanpa harus menyalahkan pihak lain dan menerima info yang kurang valid dari pihak yang tidak dibidangnya. Ibaratnya ibu mau jalan ke Jakarta tetapi tanya orang yang tidak pernah kesana hanya membaca dari peta google map saja, tentu kadang kurang valid karena ada beberapa pembaruan yang dilakukan. Tanyalah pada ahlinya jika ingin mendapat jawaban yang benar dari pertanyaan ibu untuk permasalahan anak anda.
Categories: Berbagi pengalaman, Ibu dan Anak